Thursday, May 26, 2016

T.E.R.T.I.P.U.



Sejak tercipta, yang dituntut dari manusia hingga kini adalah berpikir. Sumantri[1] mengartikan berpikir sebagai kegiatan untuk menemukan kebenaran. Dosen sebagai seorang tenaga profesional dan seorang ilmuwan,[2] mendidik mahasiswanya untuk senantiasa menemukan kebenaran-kebenaran itu. Tidak hanya dalam pikiran, kebenaran haruslah terpatri dalam tindakan baik dari penganjur kebenaran (dosen) maupun dari penerima anjuran kebenaran. Seperti seorang ayah yang melarang anaknya merokok, maka sang ayah hendaklah bukan seorang perokok.


Aula Fakultas MIPA UNG, tiga tahun silam menjadi saksi berkumpulnya Ketua-ketua ormawa di lingkungan Fakultas Biru. Kami mendapatkan penjelasan langsung dari PD III, bahwa sistem UKT[3] (uang kuliah tungal) akan diterapkan pada mahasiswa baru mulai tahun ini, 2013. Rasionalisasi dari Pak Karim Naki’I[4] membuat kami mengerti kebijakan tersebut. Pemikiran kami waktu itu: UKT adalah pembayaran SPP yang menggunakan sistem subsidi silang (si mampu &/pemerintah membantu si kurang mampu). Selainnya, tidak akan ada lagi pembayaran-pembayaran sebagaimana yang sering dikeluhkan oleh kakak angkatan dengan beban biaya PPL 1, PPL 2, KKS, dan maraknya pembayaran ketika hendak menuju sarjana. Penerapan UKT tentu sangat membantu biaya seorang mahasiswa dalam studinya.[5] Kami juga diintruksikan untuk tidak terlibat aksi yang akan dilaksanakan oleh kelompok mahasiswa dengan isu “penolakan sistem UKT,” sebagaimana selebaran penolakan yang tersebar hampir disetiap tembok seluruh fakultas di lingkungan kampus Peradaban.

Waktu bergulir, 2016 menjelang. Kita menjadi saksi atas paradoksnya sebuah kebijakan. Mahasiswa angkatan 2013 digoncangkan dompetnya dengan beredarnya surat birokrasi kampus yang menyatakan biaya pendaftaran PPL 1 sebesar Rp. 200.000 (Lihat Suratnya). Untungnya, BEMFAK/Senat-senat mahasiswa berhasil membentuk gerakan penolakan kebijakan karena dinilai tidak sesuai dengan ketentuan UKT, dan hasilnya: biaya pendaftaran PPL 1 ditiadakan─bukan digratiskan (karena maknanya akan berbeda). Sayangnnya, PPL 2 dan KKS tidak termasuk yang ditiadakan biaya pendaftarannya. Di situ, kadang saya merasa sedih.

Kegoncangan kembali melanda. Lebih dari dompet, hati laksana kulit bumi yang retak akibat tenaga kebijakan birokrasi kampus. Mahasiswa angkatan 2013 terpaksa merogoh rupiah untuk biaya pendaftaran ujian proposal. Alasannya sepele, UKT tidak ada hubungannya dengan biaya ujian proposal, hasil, dan ujian skripsi. Sama seperti PPL II dan KKS, yang namanya biaya kuliah di luar SPP, menyalahi ketentuan Permen DIKBUD RI No. 55 Tahun 2013 Pasal 5 Tentang Biaya Kuliah Tunggal yang menyatakan “Perguruan tinggi negeri tidak boleh memungut uang pangkal dan pungutan lain selain uang kuliah tunggal dari mahasiswa baru program Sarjana (S1) dan program diploma mulai tahun akademik 2013 – 2014.”

Jika benar hatimu “tunggal” untukku, mengapa pembayaran tak benar-benar hanya SPP? Apakah UKT hanyalah “jalan” meraup untung yang lebih banyak? Setia dalam kata, implementasinya penuh perselingkuhan. Seperti akar tunggal, namun sampingnya masih bercabang” ungkap mahasiswa berjenggot ketika sedang mendiskusikan buku “Pendidikan kaum Tertindas.”

Nasib orang-orang bungkam adalah tertindas
Bangkit Melawan!!!




[1]  Sumantri, Jujun S. 2013. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta, PT Sinar harapan.
[2] Undang-undang pasal 1 nomor 14 tahun 2005. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
[3] “Uang Kuliah Tunggal yang selanjutnya disingkat UKT adalah sebagian BKT yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Biaya kuliah tunggal (BKT) merupakan keseluruhan biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi di perguruan tinggi negeri.” Peraturan Menteri Ristek Dikti Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 Tentang BKT Dan UKT Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kemenristek Dikti Pasal 1, poin 5 & 6.
[4]  PD III sebelum Dr. Tedy Mahmud. Semoga Beliau mendapatkan keberkahan-NYA.
[5] “Bahwa untuk meringankan beban mahasiswa terhadap pembiayaan pendidikan, perlu menetapkan uang kuliah tunggal di perguruan tinggi negeri di lingkungan KEMENIKBUD.” Permen DIKBUD RI No. 55 Tahun 2013 Tentang Biaya Kuliah Tunggal 

No comments :