Wednesday, June 1, 2016

PENDEKAM MELAWAN


Setelah heboh dengan fenomena Padeti Ismail, anak membunuh ayah, hingga hiu paus. Warga Gorontalo kembali digegerkan dengan chaos yang terjadi antara napi dan polisi. Beritanya dimuat Gorontalo Post, rabu 2 Juni. Namun, karena baku riki pergi kuliah tadi pagi, hanya judulnya saja yang sempat terbaca. Menjelang Isya, kejadian tersebut tersiar lagi disalah satu TV swasta nasional. Meskipun bukan prestasi, saya merasa bangga, Gorontalo masuk TV lagi. Astagfirullah.
Di atas meja berdebu, bungkusan sisa nasi kuning Manado yang kubeli sekitar jam 11 malam masih meninggalkan aroma lezatanya. Di meja ini pula leptopku yang tidak kalah berdebunya masih aktif menerima perlakuanku. Pukul 02.00, Scroll mouse masih saja mau mengikuti titah telunjuk jari kananku. Mata yang mulai terpejam lemah melihat lagi berita chaos itu, penasaranlah aku. Beritanya yang terpaksa kubaca (Ini Cerita Lengkap Kerusuhan Lapas Kota Gorontalo), semakin meningkatkan daya ngantuk. Membaca, memang obat tidur paling positif. Permadani tanpa bantal dalam kotak 3x4 meter, distulah akhirnya kepalaku terbaring.

Mata terpejam, tapi tidak dengan pikiran. Apakah sedemikian parahnya kondisi saat ini? Kebijakan universitas yang seenaknya (baca yang ini: T.E.R.T.I.P.U), diperparah  dengan tidak adanya aksi perlawanan mahasiswa yang katanya agen perubahan, adalah tema yang cukup alot terbahas. Aku berdialektika dangan aku sendiri, sampai aku kagum pada para pendekam balik jeruji besi yang bergitu berani melawan, ketimbang nyali ciut para mahasiswa bebas.

No comments :