Tuesday, December 15, 2015

Menata Ulang Intelegensi Kader dan Tata Ruang Kepemimpinan HmI "Catatan Intermediate Training LK-II di Makassar"

                                              Sumber: diahazzahra.wordpress.com

Ada apa sebenarnya dengan Himpunan mahasiswa Islam masa kini, sehingga perlu diadakan Evaluasi Tatanah ke-HmI-an? Ada apa sebenarnya dengan HmI, sehingga Intelegensi kader harus ditata ulang? Ada apa sebenarnya dengan HmI, sehingga tata ruang kepemimpinan HmI harus ditata ulang?

Sederetan pertanyaan di atas adalah suatu pertanyaan yang harus menjadi pukulan dan motivasi bagi para kader Hijau Hitam. Karena itulah sesungguhnya yang terjadi pada kader hari ini. Kader HmI yang notabenenya adalah kader bangsa dan kader ummat, semestinya adalah orang-orang yang mampu menjadi teladan, mampu menempatkan dirinya di tengah-tengah persoalan yang menimpa Indonesia kekinian. Kader HmI adalah orang-orang yang seharusnya tampil sebagai cendikiawan yang mampu untuk menjadi solusi atas polemic yang terjadi hari ini. Namun, fakta berkata lain. Kader HmI kekinian justeru mengalami kemerosotan. Suatu kemunduran yang harus ditelaah untuk selanjutnya meracik solusi yang tepat.

Menata ulang intelegensi kader dan tata ruang kepemimpinan HmI merupakan suatu kalimat yang berkorespondensi antra pernyataan “menata ulang intelegensi” dan “tata ruang kepemimpinan HmI”. Dalam tataran pemikiran, intelegensi akan selalu berkaitan dengan kepemimpinan. Seseorang yang memiliki Intelegensi yang baik tentunya dapat dibuktikan dengan kepemimpinannya yang baik pula.

Pada dasarnya intelegensi dan kepemimpinan bersumber dari gen/lutfa/benih yang terdapat pada diri seseorang. Benih adalah modal dasar intelegensi dan kepemimpinan seseorang. Sebagaimana diketahui bahwa manusia pada dasarnya terbentuk dari satu benih yang atas izin Allah terbentuk dari kerjasama suami-istri. Benih ini mewarisi sifat-sifat yang dimiliki oleh pembuatnya yakni sifat-sifat yang ada pada Ibu da Ayahnya. Benih juga mengandung sifat-sifat kesucian, keilahian. Benih ini bersifat dinamis, benih yang baik mampu menciptakan manusia yang berintelegensi. Namun, di sisi lain benih tersebut dapat pula menjadi manusia cerdas namun berperangai buruk.

Pada dewasa ini kita menyaksikan adanya kebobrokan kepemimpinan khususnya yang terjadi pada kader dan eks kader hijau-hitam. Hal ini disebabkan oleh ketidak mampuannya dalam membendung kepentingan eksternal dan kontrol diri yang lemah sehingga sifat kenegatifan menodai benih yang suci. Kader HmI hari ini diperhadapkan dengan berbagai kepentingan, sehingga idealisme yang dimiliki kader, meminjam istilah kanda Agus Hilman “idealisme yang terlacurkan”.

Kader HmI mungkin bisa bangga dengan kader-kader yang telah menjadi tokoh-tokoh bangsa yang tidak lagi diragukan kiprahnya dalam pentas lokal maupun nasional. Dalam bidang pemerintahan misalkan, kita dapat menyaksikan bagaimana jejak-jejak kader HmI dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala daerah. Dalam pentas lokal, sebut saja Gusnar Ismail, mantan Gubernur Gorontalo dan Marten Taha, Walikota Gorontalo. Pada skala Nasional ada Jusuf Kalla, eks kader HmI yang telah dua kali menjabat sebagai wakil presiden. Lebih dari pada itu, Indonesia juga mengenal kakanda Nurkholis Majid sebagai Cendikiawan Muslim Indonesia yang tidak disangkal lagi kapasitas keintelektualannya. Ada pula mantan ketua mahkamah Konstitusi Indonesia, Kakanda Mahfud Md yang sekaligus menjabat Presidium KAHMI Nasional. Mereka adalah kader yang lahir dari kultur intelektual yang sesuai koridor HmI, berproses sesuai dengan cita dan Khittah perjuangan HmI. Namun, apakah kader harus bangga dengan kejayaan ini..?

Setiap masa punya orang, dan setiap orang punya masanya. Kemajuan bangsa di masa depan diprediksikan dengan cara melihat kondisi pemudanya di masa sekarang. Jika hari ini kader dalam kondisi bobrok, maka bobroklah kepemimpinan masa depan.

Olehnya itu, para kader yang tengah mengalami degradasi intelektual dan krisis keteladanan serta menyimpang dari amanah konstitusi HmI harus sadar dan kembali pada garis edarnya dalam “menyelami lautan ke-Islam-an” yang di dalamnya terkandung penuh mutiara-mutiara kebajikan. Kembali untuk “membina diri dan berkarya” dalam proses ke-HmI-an yang teratur-terarah “sesuai aturan main organisasi” guna menata intelegensi kepemimpinan yang sesuai dengan cita HmI, terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.

No comments :