Showing posts with label PUNGLI. Show all posts
Showing posts with label PUNGLI. Show all posts

Monday, October 24, 2016

YANG LEBIH DITAKUTKAN SOEHARTO DARIPADA PKI

Suramnya jalan itu sudah apik dikisahkan Dedi Padiku, dalam bukunya “Mengejar-ngejar Mimpi” yang saya baca di bawah rinai hujan samping TVRI kota serambi Madinah. Pemuda asal Suwawa yang kini bekerja di Jakarta itu menuturkan, sewaktu ia menempuh pendidikan di salah satu  sekolah kejuruan termasyhur di Kota Gorontalo, jumlah peminat dan kuota siswa baru yang disediakan calon sekolahnya terpaut jauh. Dia bersyukur karena dapat diterima melalui jalur resmi. Sementara yang gagal hanya bisa gigit jari. Punglipun menjadi alternatif terbaik untuk memuluskan keinginan beberapa “orang-orang gagal tapi berduit” untuk bersekolah di tempat itu.


Kejadian di atas hanyalah salah satu dari ribuan pintu-pintu aktualisasi Pungli yang kerap terjadi di negara yang konon dijajah Belanda selama 31/2 abad ini.

Sebenarnya, peran Pungli dalam kehidupan sangat penting. Berkat dia: kendaraan tertilang selesai di tempat, perkara dipengadilan bisa disendatkan sekaligus pula dapat dipercepat, sertifikasi guru bisa dilancarkan. Berkat Pungli nasi keras terasa bubur. Alat Doraemon sekalipun tidak bisa menandinginya. Banyak yang suka padanya pun tidak sedikit yang membencinya. Iri hati muncul. Diciptakanlah Fitnah, Pungli lalu dicap teroris yang mesti diberangus.


Berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan Kepolisian di Kementrian Perhubungan atas laporan kementrian itu sendiri atas maraknya kelicinan dalam instansinya, perang melawan Pungli semakin dikobarkan ditandai dengan dilahirkannya satuan tugas khusus di bawah kekangan Menko Polhukam Wiranto.

Kejadian miris tersebut tidak luput pula dari pantauan masyarakat. Bagai membersihkan dengan sapu yang kotor, begitu kata khalayak. Rahasia umum itupun dikuak bahwa dalam tubuh sehat kepolisian terdapat jiwa bernoda. Mereka tidak pantas melakukan operasi sebab dalam tubuhnya sendiri mengalir darah Pungli. Jika demikian siapa berani memandikan buaya? Cicak versus Buaya sudah lewat, Kan janggal juga bila Nusron harus turun tangan, karena hanya tangannya yang tau untuk apa dia turun.

Dalam sejarahnya, “Pungli lebih dulu ada ketimbang kemerdekaan Indonesia. Pungli tak terpisahan dari kehidupan. Ia ada disetiap tempat yang berhubungan dengan pelayanan,” ungkap James Luhulima dalam kolom politik Kompas. Bahkan, menurut Adi Andojo Soetjibto, “Sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno di negeri ini sudah ada yang namanya upeti. Di zaman penjajahan Belanda juga sudah ada ungkapan ‘voor war, hoort wat’ (untuk apa, tentu ada apa-apanya).” Dalam paragraf lain pada Opini Kompas, Adi A.S menuliskan, “memberantas pungli tidaklah mudah, karena pungli di negeri ini tidak dianggap sebagai suatu kejahatan, tetapi lebih sebagai kebiasaan yang sudah membudaya.”

Bagi Soeharto, Pungli lebih mengerikan daripada PKI. Tiga puluh dua tahun kepemimpinannya, Pungli selalu mengusiknya. 16 Juni 1977, Bapak Pengutang itu bahkan memerintahkan lembaga tersangar di eranya, Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) agar Pungli disapu bersih. Terkaman singa itu membuahkan hasil, Pungli mereda, masyarakat tersenyum bangga. Namun, Kepala Staf Kopkamtib, Laksamana Sudomo beda perasaan dengan publik. Menurutnya, gerakan yang dipimpinnya hanya sebatas pemantik, tak bisa terus dilakukan. Pungli sungguh sulit diberantas dari luar. Ia menyarankan, agar penyakit ini lenyap maka setiap lembaga mesti membentuk sistem imunnya sendiri. Apa hendak dikata, sistem pengawasan internal tidak berjalan baik. Pungli kembali bangkit dan terus menggerogoti.

“Pada masa Soeharo,” tulis Adi A.S, Mantan Ketua Muda Mahkamah Agung, ada usaha lain yang sempat dilakukan demi memberantas Pungli ini. Waktu itu, Menteri Penertiban Aparatur Negara, JB Sumarlin menyamar sebagai rakyat biasa. Ia menginspeksi mendadak ke satu rumah sakit dan menindak langsung petugas yang melakukan Pungli. Sayang, menurutnya, gerakan itu hanyalah gerakan tak berkepanjangan. Karenya, Pungli kian marak hingga kini. Ia pun berharap, satgas khusus yang baru dibentuk Jokowi bukanlah gebrakan sesaat, yang nasibnya hanya meledak lantas hilang diperjalanan.

Meski di sisi lain ada nada pesimis terpendam, namun api optimis jangan sampai padam, ia harus tetap menyala menerangi malam. Hanya harapan yang dapat membuat hidup terus berlanjut. Kepercayaan masyarakat tak kalah penting agar pemerintah melangkah tanpa takut. Pemberantasan Pungli tengah berlangsung, partisipasi masyarakat jangan dipasung. Semua elemen dari unsur tekecil hingga raksasa: baik itu sistem maupun manusia selaku perancang sistem dan pelaksana sistem tersebut, mari sama-sama mengerjakan amal kebaikan, mentaati kebenaran, dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (Al Ashr :3).

Sumber: 85% Kompas 22/10/16