Wednesday, September 14, 2016

MENCUMBUI PENGANGGURAN


 “Selamat, anda terdaftrar mengikuti tahap seleksi dari PT. Unilever. Silahkan cek email anda.” Saya hanya bisa berteriak ria dalam hati setelah membacanya. Sms  itu saya terima sekitar pukul 5.30 selasa kemarin. Samsung J1 putihku kembali berdering pukul 11.00, kali ini pesan itu berasal dari PT. Chevron dengan bunyi tulisan serupa dengan sebelumnya. Rejeki tidak pergi kemana. Dalam satu hari ini, namaku terdaftar sebagai calon karyawan pada dua perusahaan. Meskipun terlebih dahulu mengikuti wawancara.


Pesan abal-abal lagi
Laptop Toshiba 12 in saya nyalakan lalu disambungkan dengan hospot selulerku. Dua surat panggilan wawancara saya unduh. Namaku tertera jelas. Jadwal wawancara terlampir. Untuk pergi ke lokasi wawancara calon peserta diminta mengirim sejumlah uang ke travel yang telah disebutkan dalam surat elektroniknya. Biaya pribai itu nantinya akan diganti oleh pihak panitia. timbul pertanyaan dalam hati, mengapa dua perusahaan besar memiliki model surat yang mirip? Karena ragu-ragu, aku lalu konfirmasi ke web resmi kedua perushaan itu, jawaban operatornya nyaris membuatku membanting laptop. Katanya, saat ini belum ada pengrekrutan karyawan. 

Siangnya, saya ke Gorontalo Moll. Di sana saya sempat bertemu Owner Panasonic. Ia dan istrinya kukenal baik, begitupun sebaliknya. Sempat mereka tanyakan dimana kini aku kerja, “saya masih bulan madu dengan pengangguran om,” kira-kira begitu jawabannya (sudah disensor agar terkesan halus bagi pembaca). Rejekiku melalui silaturahim belum berasal dari pasutri 3 anak cewek itu, mereka carinya sarjana teknik sipil. Mereka juga bilang aku lebih cocok menjadi Guru.


Setelah wisuda, kerja menjadi kegiatan yang harus segera digeluti. Apapun pekerjaan itu harus diterima selagi halal, meski menyimpang dari basic keilmuan. Jangan lihat kerjanya apa, yang penting pengangguran bukan aktivitasku lagi, dan gajinya tentu harus sesuai aturan pemerintah.

Kuperoleh setelah lima tahun, Ijazah Sarjana Pendidikan Geografi telah kuperbanyak dan telah kusebar ke Maqna Hotel dan Grand Q hotel. Jumlah itu belum termasuk dengan lamaran yang aku kirim melalui internet, sudah menembus belasan. Sayangnya, selama dua minggu ini, ijazah itu masih malu menampakkan faedahnya.

Malam ini, lagu angka satu dan 23 judul lagu lainnya dari Chaca Handika mengantar tidurku. Mataku mudah saja menutup, tapi gelombang otak belum mencapai frekwensi alpha sebagai pintu menuju theta dan delta agar terlelap. 3 jam aku berusaha, tetap saja masih terjaga. Otakku terus memikirkan tema kemerdekaan RI ke 70.





No comments :