Wednesday, August 17, 2016

TAHEDE

Aku diolok:
Racun pengetahuan apa yang membuatmu suka belanja? Penampilanmu begitu elok sebagai sarjana. Terus menikmati tontonan yang terbaru. Terus mengeluarkan uang untuk makan dan pulsa. Lihatlah penampilanmu kini sebagai calon sarjana! Rapi, cantik dan gagah.
Wajahku panas. Nafas panjang kuhembuskan. Tangan kukepalkan. Hanya makian yang bisa kulontarkan.
Tahede. Saya tersinggung sekali Eko Prasetyo. Saya tidak pernah sedikitpun bertemu langsung denganmu. Tapi, mengapa bukumu “Bangkitlah Gerakan Mahasiswa” menyindir apa yang terjadi pada diriku dan kampusku? Seolah kau hidup bersama denganku sepanjang waktu. Kau bahkan mengetahui tuntutan kampus pada mahasiswa untuk kuliah dengan cara: patuh, datang dan lulus cepat.
Tangan penulisnya seolah membelai lembut pundakku. Aku disuruh merenung sejenak.
Pengalaman terbaik apa yang kau peroleh dari kegiatan kuliah? Dosen yang imajinatif, gila dan membuatmu antusias? Adakah selama ini diskusi yang fantastis, menggertak dan membuatmu terpesona?
Pertanyaannya menyentak nuraniku.
Silahkan kamu lihat bagaimana kampusmu mempercantik diri?
Kampusku memang melakukan itu. Gedung rektor baru berdiri di atas tanah yang dulunya adalah lapangan sepak bola. Gedung Fakultas banyak ditambah. Hotel Jambura berdiri megah di samping jalan dua susun. Gedung Serba Guna di format. Berdirilah auditorium baru di tanah bekas sawah.
Ruangan dibuat multifungsi. Eko Prasetyo kembali menjelaskan. Dapat dipakai wisuda sekaligus dapat disewakan.
Kenapa bisa begitu? tanyaku.
Perlahan ia menjelaskan. Karena motif dari kebijakan itu semua sesuai dengan petuah: privatisasi kampus terutama dalam azas kelola.
Masih tersisa di rak buku Gramedia. Buruan!

No comments :