Tulisan berikut terinspirasi dari semangkuk Mie. Walaupun tidak selezat gambar dibungkusnya. Tetapi, daerah yang akan dibahas tentulah lebih mempesona dari potret yang terpampang.
Dua abad silam, Blambangan adalah alam
liar serta menjadi tanah buangan untuk para kriminal. Itulah yang tercatat oleh
penulis Inggris, John Joseph Stockdale dalam bukunya Eksotisme Jawa: Ragam Kehidupan dan Kebudayaan Masyarakat Jawa.
Namun, siapa sangka di balik padang rumput yang penuh binatang buas justru
kontras dengan keramahan dan budaya lokal warga setempat. Stokdale menuliskan, para
pendatang selalu disambut dengan gamelan, biola, dan komedi melayu. Mereka juga
akan puas menikmati makanan dan minuman lezat yang disuguhkan oleh penduduk
lokal.
Tanah Blambangan kini disebut Banyuwangi.
Alamnya yang liar tinggalah cerita setelah pemerintah Kabupaten Banyuwangi
berhasil memanfaatkan dengan mengubahnya menjadi ekowisata. Daerah bekas buangan
para krimanal kini menjadi tempat wisata favorit turis Belanda.
Lebih dari itu, Pemkab banyuwangi sukses
membawa keindahan alam dan kreasi manusia menuju panggung nasional bahkan
hingga ke kancah internasional setelah sekian lama terpendam. Upaya itu mulai menuai hasil. Dalam
lima tahun terakhir, Banyuwangi yang dahulu hanya menjadi wilayah transit
menjelma menjadi ikon wisata di negeri ini.
Strategi pemerintah setempat adalah
memberikan sentuhan modern pada festival yang mereka adakan, mulai dari
pergelaran musik jazz, olah raga surfing,
balap sepeda, hingga kite surfing. Dipadukan
dengan kekayaan alam laut dan gunung yang telah lama dimiliki sejak lama serta
promosi yang genjar, Banyuwangi pun bersinar sebagai destinasi dunia.
Keberhasilan ini terekam dari
lonjakan jumlah wisatawan. Dalam waktu singkat, kunjungan wisatawan domestik
melonjak 161%. Dari 651.500 wisatawan pada tahun 2010, tahun 2015 jumlahnya
meningkat menjadi 1,7 Juta Wisatawan. Kunjungan wisatawan asing juga meningkat
210%.
Pantai Pulau Merah di Banyuwangi |
Keberhasilan tersebut tidak terlepas
dari tata kelolah pemerintah dan partisipasi masyarakat yang tinggi. Terbukti,
akhir januari 2016, Kabupaten Banyuwangi menjadi pemenang inovasi pariwisata
bidang kebijakan publik yang diselenggarakan Organisasi Pariwisata Dunia
Perserikatan Bangsa-bangsa (UNWTO). Keberhasilan tersebut juga lantaran Pemerintah
yang proaktif memberikan edukasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia masyarakatnya. Seperti melalui penguasaan bahasa asing (Arab, Inggris, Mandarin)
dan melatih para pemilik homestay
sesuai standar hotel. Masyarakat Bayuwangi pun menyadari, pariwisata telah menjadi
kenggulan daerahnya.
Jika dahulu Blambangan hanya dianggap
negeri entah-berantah dan minim peradaban, kini Banyuwangi menjadi kota baru
dunia. Walau pernah menjadi tempat pembuangan para pelaku kriminal, kini ditetapkan
dunia sebagai kota wales asih pertama di Indonesia karena mengedepankan
humanisme, kebinekaan, dan keberlanjutan.
Fenomena Alam Api Biru "Blue Fire" di Kawah Ijen |
Daerah ini layak menjadi teladan,
tidak hanya dari pemanfaatan sumber daya alamnya, tetapi edukasi dalam
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
98% tulisan ini bersumber dari Koran Kompas (13/8/2016)
98% tulisan ini bersumber dari Koran Kompas (13/8/2016)
No comments :
Post a Comment